Sabtu, 05 April 2014

Bijak Bersama Alam

By Belantara Indonesia


Bijak Bersama Alam. Sebagai pendaki gunung atau petualang di alam bebas, tidak ada salahnya apabila kita bersikap lebih bijak bersama alam. Selama pendakian apa yang selalu kita ingat? Puncak! Dan untuk hal tersebut banyak hal yang sering kita abaikan. Berikut ini kisah nyata yang semoga bisa menjadi inspirasi kita bersama.




Lembah Ramma di kaki Gunung Bawakaraeng

Pada Selasa pagi hari halimun tipis menyapa Kampung Lembanna. Di sana, orangtua keempat pendaki yang dinyatakan hilang kontak menunggu cemas. Berharap keajaiban, anak – anak mereka ditemukan selamat. Doa terus dipanjatkan. Tuhan mendengar para orangtua yang ikhlas terhadap empat anak – anak “pemberani” mereka.


Kabar gembira datang. Muhammad Andra Pratama, 17, ditemukan selamat. Tidak beberapa lama kemudian menyusul Iksan Sangkala 16, Aldi Rizaldi 17, Setyawan Ramadhan 16. Mereka ditemukan di daerah Topidi, Kelurahan Bontolerung, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa.


Kabut duka dan kebimbangan tersapu bersih, berganti kegembiraan membuncah seiring dengan cerahnya cuaca di lereng Gunung Bawakaraeng hari itu. Selamatnya empat orang anak yang semuanya masih siswa sekolah menengah atas, menjadi mukjizat dan kisah menakjubkan.


Bagaimana caranya mereka bisa survive setelah tujuh hari dinyatakan hilang. Padahal, sejak hari Selasa mereka sudah kehabisan makanan. Kondisi keempat pendaki kini sudah berangsur pulih. Mereka sudah melakukan aktivitas bercerita dengan keluarga dan teman – temannya di lingkungannya masing – masing, namun masih dalam pengawasan orang tua.




Empat orang pendaki yang selamat setelah sepekan dinyatakan hilang kontak, ( Searah Jarum Jam )Setiawan Ramadan atau dipanggil Ivan ( foto 1), Irsan ( foto 2 ), Aldi ( foto 3 ), Muhammad Andra Pratama ( foto 4 )

Pihak orang tua merasa bersyukur atas keajaiban anaknya yang selamat. Hilang dan selamatnya mereka mengundang sejumlah pertanyaan dari tetangga dan orang yang mengunjungi rumah mereka.


Pertanyaan tersebut terjawab oleh para pendaki dengan sederhana. Seperti penuturan Setyawan. Dia menceritakan jika yang menjadi kekuatan dan pemompa semangatnya adalah doa, berdzikir, dan bertobat dengan dosa yang diperbuat selama ini.


Hal itu dilakukan selama tujuh hari saat kondisi kehabisan makanan dan bercerita dengan tiga orang lainnya ketika loyo dan tidur beralaskan tanah. Setyawan, yang biasa disapa Ivan, mengatakan, jika dirinya melalui jalur salah saat turun dari Gunung Bawakaraeng. Kondisi saat itu cuaca mendung dan kabut.


Tidak lama dalam perjalanan baru mengetahui kalau dirinya kesasar sehingga menginap di dekat sungai. Di sepanjang sungai itupun kemudian dijadikan lokasi tempat minum selama tujuh hari sambil mencari jalan keluar.


Ivan yang masih duduk dibangku Kelas II SMA Maha Putra mengaku baru pertama kali ke Gunung Bawakaraeng bersama dengan tiga pendaki lainnya. “Saya bertobat, ini sudah niat saya saat di Gunung Bawakaraeng untuk tidak durhaka kepada orang tua,” ujar Ivan. Hal senada juga diungkapkan Aldi.




www.belantaraindonesia.org
Kaldera Bawakaraeng

Selama dalam perjalanan selalu berpindah pindah sejak makanan sudah habis. Dua malam di hutan dan lima malam di dekat sungai. Di dekat sungai itulah, kondisinya bersama tiga orang mulai loyo dan tidak ada semangat jalan kaki.


Untuk menghemat tenaganya, dia pun tidur. “Saya tidak yakin kalau kami dicari dan bisa selamat. Kami hanya mengingat orang tua dan mengingat makanan,” kata Aldi panggilan akrabnya. Aldi menuturkan jika kondisinya sama seperti dengan tiga pendaki lainnya yang juga berdoa, dzikir dan mengingat kedua orang tua.


Dalam setiap waktu, muncul ayah dan ibunya. “Kami pasrah dengan kondisi kami yang hanya bisa minum air. Kami berdoa ada orang yang menyelamatkan kami,” kata Aldi.


Lain halnya yang dipikirkan Ikhsan. Saat itu, kondisi pikiran yang tak karuan dan berhalusinasi mengingat orang yang terdekat seperti keluarganya dan temannya. Bahkan, di saat kelaparan juga mengingat masakan enak jika selamat sekembali ke rumahnya. “Saya paling sering ambil air di sungai karena ketiganya sudah tidak mampu bergerak,” kata Ikhsan.


Sementara itu, di kediaman Andra tampak ramai dikunjungi beberapa oleh sanak keluarga dan rekannya. “Saya tinggalkan mereka pergi mencari pertolongan sehari sebelum ditemukan tiga sepupu saya ( pendaki ). Saya tinggalkan tanda – tanda di jalan saya lalui,” kata Andra.


Keempatnya selamat dengan pengalaman religius yang mereka lewati. Semoga dengan apa yang mereka lalui, semakin membuatnya bijak bersama alam. Sindo

Source: Belantara Indonesia


    




Bijak Bersama Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar