Jumat, 28 Maret 2014

Soe Hok Gie Dan Bung Karno

By Belantara Indonesia



Pada Januari 1963, harga sejumlah kebutuhan pokok masyarakat kian melambung. Kaum kapitalis makin lahap ‘memakan’ uang rakyat, dan golongan orang kaya baru banyak yang mulai bertingkah. Fakta ini memantik reaksi dari sejumlah mahasiswa saat itu.



Salah satunya Soe Hok Gie, mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dalam buku ‘Catatan Seorang Demonstran‘, Gie menyebut saat itulah seharusnya kaum intelegensia bertindak. Mahasiswa harus berbuat sesuatu dan mulai berkata tidak pada kebijakan Presiden Sukarno.


Soe Hok Gie yang dikenal kritis, mengkritik sejumlah kebijakan pemerintah di bawah Sukarno. Dia menilai pemerintah membiarkan kondisi ekonomi Indonesia semakin terpuruk. Gie ikut andil dalam berbagai aksi demonstrasi. Bahkan, ia merupakan sosok yang menjadi arsitek aksi yang dilakukan dengan konsep long march.


Sebagai manusia saya kira saya senang pada Bung Karno, tetapi sebagai pemimpin, tidak!,” kata Gie dalam buku tersebut.


Bahkan Gie juga mengaku tak suka dengan situasi di Istana Presiden. Dia muak melihat sikap pembantu – pembantu presiden,-seperti pengawal pribadi dan menteri – menteri, yang sering menjilat atasan. Ada juga gaya berpakaian sekretaris Presiden Sukarno yang dia anggap terlalu ketat dan seksi.


Sekretaris pribadinya yang berkebaya ketat dengan buah dada yang menggiurkan. terus terang saja aku melirik padanya, padahal dalam hal ini aku biasanya acuh tak acuh. Memang dia cantik, tetapi aku dapat membayangkan betapa kotornya hidup perkelaminan di sini ( Istana Presiden ),” kata Gie yang sudah tiga kali bertemu Presiden Sukarno di Istana Negara.




Makam Soe Hok Gie

Pernah suatu ketika Senat Fakultas Sastra UI menerima surat dari Menteri Koordinator Pendidikan dan Kebudayaan Profesor Prijono. Senat diminta mengirimkan 20 orang mahasiswi untuk nonton wayang kulit di Istana semalam penuh.


Bagi Gie, cara meminta itu sangat menyinggung perasaan mahasiswa, karena seolah – olah Fakultas sastra adalah pemasok wanita untuk konsumsi istana. Apalagi tidak seorangpun mahasiswa diundang. Herman Lantang, kawan karib seangkatan Gie sangat tersinggung dengan cara ini.


Herman dan Gie layak tersinggung, karena biasanya terkait urusan gerakan mahasiswa mereka selalu diundang Bung Karno. Salah satunya saat mereka sebagai anggota delegasi pemuda – pemuda yang setuju dengan asimilasi dan minta restu dari Sukarno.


Awalnya Gie segan untuk datang karena tak memiliki pakaian. Namun akhirnya ia datang juga dengan modal jas pinjaman. Jas kepanjangan itu pun sempat disinggung Sukarno.


Jika kebanyakan orang bangga saat diundang ke Istana Presiden, beda halnya dengan Soe Hok Gie. Dia justru sedih dan kecewa sebab menyaksikan betapa kotornya kehidupan di istana.


Setiap aku keluar dari istana, aku sedih dan kecewa. Sedangkan biasanya orang lain bangga jika bisa berjabatan tangan dengan Bung Karno,” kata Gie. src


Source: Belantara Indonesia


    





Soe Hok Gie Dan Bung Karno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar