Minggu, 30 Maret 2014

Inilah Istimewanya Gunung Kelud

By Belantara Indonesia



Gunung Kelud dengan ketinggian 1.731 Mdpl yang berada di wilayah Kabupaten Kediri, Jawa Timur memiliki keistimewaan dibandingkan dengan gunung berapi lainnya. Kelud istimewa baik dalam risiko bahaya maupun risiko dampak bencananya.



Pada risiko bahaya, sedari dulu Kelud dikenal dengan letusan eksplosif dan danau kawah di puncaknya. Danau kawah yang berasal dari tampungan air hujan itulah yang berubah menjadi lahar panas saat erupsi terjadi.


Periode letusan yang pernah tercatat durasinya lebih pendek dibandingkan dengan Gunung Merapi. Periode letusan Merapi terjadi rentang hitungan bulan, sedangkan Kelud dalam hitungan jam.


Bahkan secara volume material yang dimuntahkan, Kelud pernah mengalirkan sekitar 100 juta meter kubik material dari dalam perut bumi, dalam erupsi tahun 1990. Perbandingannya kalau Sinabung sekitar 15 juta meter kubik, yang dikeluarkan selama empat bulan.


Dengan risiko bahaya Kelud tersebut, potensi kerusakan yang ditimbulkan menjadi sangat tinggi, yaitu potensi ancaman terhadap permukiman warga yang rapat dan menghancurkan hasil pertanian sehingga berpengaruh juga pada perekonomian.


Saat ini, memang kawah danau telah berubah menjadi kubah lava. Perubahan tersebut terjadi dalam erupsi efusif tahun 2007 lalu.


Para ahli vulkanologi sepakat bahwa kubah lava itu jika hamburkan ke atas, akan menyebabkan bencana yang tidak jauh berbeda dari letusan 1990. Oleh karena itu, perubahan dari kawah danau menjadi kubah lava tersebut tidak memengaruhi tingkat bahaya yang ada.


Sebelumnya, aktivitas kegunungapian Gunung Kelud terus mengalami peningkatan. Pada 2 Februari 2014 statusnya dinaikkan menjadi Waspada, lalu kembali naik menjadi Siaga pada 10 Februari 2014. Dengan status ini wilayah jangkauan radius 5 kilometer dari kawah disterilkan dari aktivitas manusia.


Atas kondisi itu juga, Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana ( Satlak PB ) Kabupaten Kediri dibentuk dan beberapa skenario dijalankan untuk menghadapi ancaman erupsi Kelud.


Source: Belantara Indonesia


    





Inilah Istimewanya Gunung Kelud

Ternyata Tidak Ada Gunung Api Mati

By Belantara Indonesia


Gunung Api Mati. Sering kita mendengar atau juga sedikit membaca tentang ungkapan tersebut. Gunung api mati, gunung api yang lama tidak ada pergerakan dan seolah sudah tidak akan lagi bisa meletus. Sebagai contoh, Gunung Kelud setelah meletus pada tahun 2007, pada tahun 2014 Kelud kembali mengamuk.



Berbeda dengan letusan 2007 yang efusif, letusan kali ini cenderung eksplosif, seolah menunjukkan jati diri Kelud yang sebenarnya. Selain 1901 letusan dahsyat juga terjadi pada 1990. Seperti kebanyakan gunung berapi lain, Gunung Kelud mempunyai watak yang sulit ditebak.


Seorang mantan Direktur Jenderal Geologi dan Sumber Daya Mineral Prof. Dr. J.A. Katili memperingatkan untuk tidak gegabah menentukan watak sebuah gunung berapi; apakah gunung itu sudah mati atau masih hidup.


Dia juga mengatakan bahwa para pakar sepakat, tidak ada gunung api mati. Kebanyakan adalah gunung api yang istirahat dan tidur.


Menurut Katili, bisa saja tidurnya hanya puluhan tahun, beberapa ratus tahun, tapi tak sedikit yang ribuan tahun. Semakin lama gunung itu tidur, semakin berbahaya kalau meletus. Salah satu contoh adalah Gunung Krakatau di Selat Sunda dan Gunung Tambora di Sumbawa.


Krakatau yang meletus pada 1883 membuat hanya sebagian saja dari gunung itu tersisa. Guncangannya dirasakan di seluruh dunia. Debu menutupi kawasan sekitar 827.000 km persegi dan berlangsung hampir setahun. Gelombang air laut mengempaskan kapal – kapal dan rumah penduduk dalam radius 50 – 60 km dari pusat letusan. Terlebih lagi, letusan Krakatau di penghujung abad ke -19 itu juga menelan 36.417 jiwa meninggal.


Enampuluh delapan tahun sebelumnya, Gunung Tambora meletus dan menewaskan sekitar 10.000 jiwa meninggal. Letusannya terdengar hingga Jakarta dan Maluku Utara.


Mengacu pada dua gunung tersebut, memang sulit menentukan mati hidupnya sebuah gunung. “Manusia hanya puluhan tahun hidup, sedangkan sejarah kehidupan gunung bisa ribuan tahun. Bisa jadi, gunung yang sudah dianggap ‘mati’ sebenarnya dalam skala waktu gunung masih hidup,” ujar Katili.


Untuk lebih mengenali, ciri gunung yang masih hidup antara lain ditandai dengan bentuk kerucutnya yang masih bagus. Sebagian dari gunung yang hidup ini kini sedang dalam keadaan tidur.


Biasanya gunung yang sudah jutaan tahun tidak menampakkan kegiatannya. Secara fisik ini ditandai dengan adanya parit – parit akibat erosi air hujan. Bekas – bekas gunung api yang sudah mati ini dapat dijumpai di Plered, dekat Purwakarta,” ujar Katili.


Semakin lama tidur semakin dahsyat
Mengetahui kesukaan tidur gunung menjadi sangat penting. Kelud, misalnya, mempunyai kesukaan tidur 0 – 21 tahun, Una – una 90 tahun dan Galunggung 60 – 70 tahun. Kisaran waktu ini pun tidak bisa dijadikan patokan yang mutlak, tapi kalau masa – masa itu terlewati kewaspadaan setidaknya perlu ditingkatkan.


Lama waktu tidur ini juga berhubungan dengan daerah yang harus diwaspadai. Suatu pegangan umum, lebih lama gunung api itu beristirahat akan lebih dahsyat letusannya. Gunung Galunggung dan Colo dengan masa istirahat 50 – 150 tahun dapat menghancurkan daerah dengan radius 10 km crtau lebih dari titik letusan.


Gunung Unzen di Jepang ( 200 th ), Mt. Ruis di Kolumbia ( 500 th ) dan Pinatubo di Filipino ( 600 th ) bencananya bisa meliputi wilayah sampai radius 20 km, atau lebih. Sedang Krakatau dan Tambora dengan masa tidur seribu tahun, letusannya mencapai radius 50 km.


Katili menyebut, tidur tidaknya gunung tergantung suplai magma dan ketebalan kerak Bumi. Begitu tekanan magma bisa menembus ketebalan kerak Bumi, gunung akan meletus. Di Indonesia sumber magma ada di palung dalam Samudera Hindia di kurang lebih 190 km, selatan Pulau Jawa. Intisari

Source: Belantara Indonesia


    




Ternyata Tidak Ada Gunung Api Mati

Tangisan Bayi Hentikan Amukan Gajah

By Belantara Indonesia



Di Desa Olgara, Distrik Purulia, Bengal Barat, seekor Gajah dewasa menghentikan niatnya merusak rumah penduduk. Memang di kawasan itu, seperti dikabarkan surat kabar The Times of India, kerap terjadi konflik antara gajah dan manusia, bahkan amukan gajah sampai menyebabkan korban.




Illustrasi Kompas

Menurut aparat keamanan setempat, sang gajah malam itu kedapatan merusak dan berusaha membobol dinding rumah salah seorang penduduk. Namun, aksi itu terhenti saat gajah tersebut mendengar tangis ketakutan bayi pemilik rumah, yang baru berusia 10 bulan, di dalam ruangan yang dindingnya dibobol tersebut.


Setelah mendengar tangis itu, gajah dewasa tersebut menghentikan aksinya. Hewan itu lalu dengan hati – hati menggerakkan belalainya, membersihkan reruntuhan batu bata yang berjatuhan di sekeliling bayi tersebut.


Saat kejadian, kedua orangtua si bayi tengah makan malam di ruangan lain. “Kami memuja Dewa Ganesha ( dewa umat Hindu berkepala gajah ). Namun, sampai sekarang kami masih tak percaya gajah itu justru berupaya menyelamatkan bayi kami walau dia sempat berusaha menghancurkan rumah tinggal kami“. Kami melihat sendiri dengan takjub, bagaimana gajah itu dengan hati – hati menyingkirkan reruntuhan batu dari sekitar bayi kami. Ini sebuah mukjizat,” ujar sang ibu bayi, Lalita Mahato. NG


Gajah Liar Mampu Mengenali Bahasa Manusia
Penelitian baru menunjukkan gajah liar dapat mengenali bahasa – bahasa manusia yang berbeda, menurut para ilmuwan Inggris.


Penelitian juga menyebutkan gajah dapat membedakan suara pria dan wanita serta anak – anak. Para ilmuwan dari Universitas Sussex di Inggris memainkan rekaman suara manusia di depan gajah – gajah di taman nasional Amboseli di Kenya.


Di taman nasional itu terdapat ratusan gajah yang tinggal di dekat pemukiman suku Masai yang sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai peternak.



Para peneliti mengatakan kemampuan untuk membedakan suara manusia adalah sesuatu yang tidak ditemukan pada binatang lain. Dengan kemampuan ini, gajah dapat mempertimbangkan mana suara yang mengancam dan mana yang tidak, kata para ilmuwan.


Bau Dan Warna Baju
Satwa besar ini juga menunjukkan ketakutan saat mendengar suara pria dewasa suku Masai dan menggunakan kemampuan itu untuk menghindar dari manusia.


Profesor Karen McComb dan Dr Graeme Shannon dari Universitas Sussex yang memimpin penelitian, mengatakan eksperimen yang sama menunjukkan gajah juga dapat membedakan singa jantan atau betina dari aumannya.


McComb mengatakan gajah juga bereaksi atas bau dan warna baju merah yang digunakan anggota suku Masai. “Bila Anda memberikan tumpangan kepada pria Masai di mobil Anda, gajah akan bertindak berbeda terhadap Anda,” kata McComb.


Penelitian ini diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences di Amerika Serikat. NG


Source: Belantara Indonesia


    





Tangisan Bayi Hentikan Amukan Gajah

Pilihlah Wakil Rakyat Yang Peduli Lingkungan

By Belantara Indonesia


Mencegah efek dan laju pemanasan global bisa dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan berperan serta dalam Pemilu atau Pemilihan Umum yang akan diselenggaran oleh Indonesia pada bulan April dan Juli 2014 nanti. Kemudian apa hubungannya antara Pemilu dan pemanasan global?




Foto: Lensa Indonesia

Demi tercapainya upaya tersebut, Anda harus jeli dalam memilih wakil rakyat dan pemimpin nasional. Mereka harus memiliki visi misi serta program jelas mengenai pelestarian lingkungan.


Program tersebut nantinya akan membantu upaya konservasi, karena aktivitas penebangan hutan dan pertambangan liar harus segera dihentikan. Wimar Witoelar dari Yayasan Perspektif Baru mengatakan, peran generasi muda menjadi penting dalam memilih wakil rakyat yang mafhum akan pelestarian lingkungan.


Jumlah pemilih muda usia 17 – 28 tahun pada Pemilu 2014 diperkirakan sekitar 53 juta orang, dari total pemilih Indonesia yang berjumlah 170 juta jiwa. Maka dari itu, peran generasi muda sangat menentukan arah pemerintahan lima tahun kedepan.


Pentingnya mengangkat isu lingkungan hidup khususnya pemanasan global, didasari pada minimnya pemahaman masyarakat mengenai isu lingkungan, terlebih para calon anggota legislatif yang akan bertugas membuat peraturan perundang – undangan.


Upaya mengurangi pemanasan global memerlukan political will semua pihak, untuk mengubah kerangka kebijakan pemerintah ke arah yang pro lingkungan. Maka menggunakan hak pilih pada Pemilu nanti sangatlah penting,” ujar mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid itu.


LSM Wahana Lingkungan Hidup Indonesia ( Walhi ) Nasional mencatat terdapat sekitar 93 persen calon anggota legislatif merupakan calon yang sebelumnya menjabat di DPR RI, sedangkan sisanya merupakan wajah baru.


Menurut Direktur Walhi Nasional, Abetnego Tarigan, dari calon anggota legislatif itu hanya sekitar 7 persen yang dinilai memiliki integritas, komitmen, kepemimpinan serta kompetensi yang mencukupi, termasuk memahami persoalan di bidang lingkungan hidup. Bila terpilih kembali, Abetnego mengkhawatirkan bahwa agenda penyelamatan lingkungan tidak akan berjalan dengan baik.




Foto: Bisnis Jabar

Perubahan iklim merupakan suatu hal yang pasti hadir di tengah masyarakat yang tidak dapat dihindari, yang disebabkan oleh akumulasi persoalan lingkungan yang selama ini terjadi. Maka pemahaman dan penyikapan yang benar mengenai isu lingkungan harus dimiliki para anggota legislatif, agar dapat membuat kebijakan yang memihak kepada kelestarian lingkungan.


Anggaran untuk penanganan perubahan iklim banyak yang bersifat hibah. Kedepan kita tidak bisa lagi mengandalkan hibah dari Norwegia, Inggris, tapi kita harus lebih mengedepankan kekuatan dalam negeri, APBN. Tapi apakah DPR kita mengerti persoalan lingkungan, butuh keberpihakan dan perhatian pada isu itu?


Wimar Witoelar berharap, pendidikan politik masyarakat semakin meningkat, sehingga dapat menentukan arah bangsa kedepannya.


Jangan pilih lagi orang yang membela kepentingan penguasa hutan, yang merusak lingkungan. Orang yang memiliki pelanggaran hukum dan pelanggar HAM juga jangan dipilih.”


Dalam hal ini juga sebuah harapan bagi para pecinta lingkungan sejati agar lebih baik urungkan niat untuk memilih para calon legislatif yang memasang papan kampanyenya dengan cara memaku di pohon di pinggir jalan.

Source: Belantara Indonesia


    




Pilihlah Wakil Rakyat Yang Peduli Lingkungan

Sabtu, 29 Maret 2014

Merapi Jendela Bumi

By Belantara Indonesia


Merapi Jendela Bumi, itulah slogan dari Museum Gunung Merapi yang terletak di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Banteng, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Memang, museum ini dibangun untuk mengenal dan mengingat lebih jauh tentang Gunung Merapi dan bencana yang ditimbulkannya.



Museum ini memiliki slogan “Merapi Jendela Bumi”, dengan bangunan berarsitektur modern dan di atasnya berbentuk tugu Jogja.


Museum ini dikelilingi pemandangan hijau dari pepohonan yang tumbuh di sekelilingya. Bangunannya memiliki luas 4.470 meter persegi dan berlantai dua. Museum ini terbilang unik karena lantainya memiliki gambar jejak kaki berwarna biru yang akan mengantarkan Anda berkeliling museum.


Ada banyak koleksi di Museum Gunung Merapi yang dapat Anda lihat. Ada alat – alat untuk proses pemantauan aktivitas gunung berapi dan berbagai macam batuan yang dibawa oleh letusan Merapi, salah satunya adalah batuan pijar berdiameter 65 mm lebih.


Tersimpan juga peralatan masak warga yang rusak terkena erupsi, seperti wajan, panci, piring, dan alat masak lainnya. Sebuah kerangka sepeda motor milik warga yang tewas di bungker Kaliadem pada 14 Juni 2006 juga terpajang di museum ini.




Indonesia Travel

Museum Gunung Merapi diresmikan Kepala Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daa Mineral R. Syukar pada 1 Oktober 2009, dan sejak saat itu dibuka untuk umum. Tiket masuknya Rp3.000 per orang.


Kehadiran museum yang berdiri dilahan seluas sekitar 3,5 hektare ini sangat bermanfaat bagi masyarakat dan pelajar untuk mengetahui informasi lengkap mengenai Gunung Merapi. Tidak hanya itu saja, museum ini sangat berguna bagi mereka yang ingin melakukan penelitian mengenai Gunung Merapi.


Kini, berkunjung ke Museum Gunung Merapi sudah menjadi jadwal wajib ketika berkunjung ke Yogyakarta atau Gunung Merapi. Seperti sudah diinformasikan sebelumnya, di museum ini Anda dapat mengetahui informasi mengenai perjalanan panjang Gunung Merapi.


Ketika memasuki lantai pertama, Anda akan disambut sebuah replika Gunung Merapi yang terus – menerus mengeluarkan asap dan magma dengan suara bergemuruh. Replika Gunung Merapi ini juga menyimpan informasi mengenai kronologis letusan gunung ini dari tahun 1969, 1994, 2006, dan 2010. Untuk mendapatkan infomasi ini, Anda hanya perlu menekan tombol yang ada di dekat replika tersebut.


www.belantaraindonesia.org

Di lantai satu terdapat beberapa zona, seperti Volcano World. Di zona ini Anda akan menyaksikan foto – foto dan alat peraga tentang fenomena gunung api di seluruh dunia dalam bahasa Indonesia dan Inggris.


Kemudian Zona Gunung Api, Anda akan disuguhkan informasi lengkap tentang Gunung Merapi, mulai dari fenomena kubah Gunung Merapi, mitos, dan pos pengamatan dari masa Hindia Belanda sampai saat ini.


Di zona ini juga Anda akan diberikan informasi tentang bagaimana menyelamatkan diri saat letusan gunung api. Sedangkan lantai dua gedung ini dipergunakan sebagai studio pemutaran film tentang Gunung Merapi.


Menyusuri setiap zona dan lantai museum ini membuat Anda seolah – olah berada atau sedang mendaki kawasan Gunung Merapi. Berkunjung dan belajar mengenai Gunung Merapi merupakan pengalaman yang berharga dan menarik. src

Source: Belantara Indonesia


    




Merapi Jendela Bumi

Jumat, 28 Maret 2014

Rindu Tebalku Pada Gunung

By Belantara Indonesia


Setiap kali kita melihat serombongan para pendaki gunung lengkap dengan segala peralatannya, tas carrier, topi gunung, sepatu gunung dan sebagainya ditambah dengan segala kedekilan pakaiannya, maka tiba – tiba rindu tebal pada gunung akan menyeruak. Timbul tanya, kapan naik gunung lagi?



Mengingat sebuah kalimat dari Dr. Karl May dalam sebuah buku Winnetou: “Sekali menghirup udara Prairie, sejauh apapun kita pergi akan selalu terpanggil untuk kembali…


Seperti ketika Dr. Karl May meninggalkan Wild West menjelajahi pelosok Balkan dan kembali ke Jerman, tetap saja pada akhirnya dia kembali menjadi Old Shatterhand di Sabana Amerika.


Kita tidak akan pernah tahu, mengapa selalu ada rasa rindu tebal untuk mendaki gunung dan menyambangi alamnya? Alam bebas begitu menantang dan selalu membangkitkan kerinduan yang mendalam. Mengutip kata – kata Norman Edwin, “Bertualang di alam bebas tak ubahnya menjelajah tubuh perempuan di balik bajunya…


Selalu terbayang saat malam tiba, menyusuri lebatnya hutan rimba belantara, memacu nafas menjejak tebing tinggi dan betapa menyenangkannya bercengkerama dengan teman di tengah alam bebas. Pagutan alam itu ternyata tak pernah membosankan, selalu rindu untuk mengulanginya kembali.


Ada kalanya, saat menapak di lereng gunung menuju puncak, rasa lelah dan dinginnya udara membuat sering kita berpikir untuk turun kembali dan rindu suasana kamar di rumah, hangat dan menentramkan. Sekelumit kata sering keluar: Malas dan capek!


Tetapi setelah lama waktu berlalu tanpa berada di alam terbuka, rindu itu niscaya semakin menebal. Rindu pada kabut gunung, rindu pada suara alam, rindu pada sunyinya suasana. Semua yang ada di tengah alam gunung membuat rindu.


Sungguh, gunung ternyata mampu menghipnotis para pecinta dan penikmatnya. Maka, selagi masih rindu dan masih mampu, angkatlah ranselmu, pergilah menuju gunung. Luapkan rindu tebalmu pada gunung sepuas hatimu.


Sungguh aku rindu alam bebasku dan lembah gunungnya…”Bertualang di alam bebas tak ubahnya menjelajah tubuh perempuan di balik bajunya…”

Source: Belantara Indonesia


    




Rindu Tebalku Pada Gunung

Gie, Dokter Cinta Yang Gagal Dalam Asmara

By Belantara Indonesia


Dokter Cinta, itulah anggapan dari teman – teman wanitanya Soe Hok Gie di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Luki Sutrisno Bekti, seorang sahabat Gie melukiskan sosok Gie sebagai orang yang menyenangkan dan sangat perhatian. Gie sering menjadi tempat curhat bagi teman – temannya. Bagai seorang dokter yang buka praktik, orang harus bikin janji dulu jika ingin bicara serius dengan dia.



Pria kurus cungkring bermata sipit ini ternyata selain piawai di kancah politik dan sastra budaya, ia juga dikenal sangat humanis. Kepeduliannya yang tinggi membuatnya punya banyak teman.


Kadang saya berpikir bagaimana Hok Gie bisa membagi waktu dan perhatiannya buat begitu banyak permasalahan, politik, sosial, budaya dan terutama untuk begitu banyak orang. Dan setiap orang merasa menerima perhatian yang besar dari Hok-Gie,” kata Luki yang sudah akrab dengan Hok Gie sejak 1967 – 1969.


Selain curhat, Hok Gie juga biasanya dicari karena pandai dan tidak pelit membagi ilmu. Bagi temannya ia bagaikan ensiklopedi berjalan, tempat bertanya banyak hal mulai dari mata kuliah, sejarah, sastra, hingga persoalan cinta.


Wanita yang dekat dengan Soe Hok-Gie lainnya, Yayuk Surtiati juga memberikan kesaksian dalam buku yang sama. Bagi Yayuk, yang kini menjadi professor di FS UI ( kini jadi FIB ), Gie adalah sosok senior yang bersedia menjadi mentor dan juga mengajarkan banyak hal.


Yayuk termasuk salah satu yang sering curhat pada Hok-Gie tentang pacarnya, padahal dia sendiri tak punya pacar. Kala itu, pria yang banyak membaca dan sering diejek dengan julukan ‘China kecil’ itu mengaku dirinya sebagai pria berhati batu.


Karena curhat justru pada Soe Hok Gie yang tak punya pacar, seorang temannya malah menyeletuk. “Tanya masalah cinta kok ke Soe Hok-Gie. Itu sih sama saja dengan bertanya ke dengkul,” kisah Yayuk.


Dalam banyak aspek kehidupannya, Soe Hok Gie memang bisa sangat percaya diri dan dewasa, tapi beda halnya ketika bicara soal asmara.


John Maxwell dalam penelitiannya untuk disertasi doctoral di Australian National University juga pernah secara khusus menyoroti hubungan Soe Hok Gie dengan teman wanitanya.


Kondisi emosi Soe Hok Gie dinodai oleh ambiguitas dan kebingungan selama berbulan – bulan ini ketika ia berjuang mengatasi perasaannya terhadap ketiga gadis yang telah menjadi bagian penting dari kehidupannya,” ujar Maxwell seperti dikutip Rudy Badil.


Di usianya yang ke 26 ia hanya bisa merasa iri kepada teman – temannya yang sudah menikah atau sudah mempunyai kekasih,” kutip Rudy.


Tepat sehari menjelang usianya ke 27 tahun, Soe Hok Gie menitipkan sejumlah batu dan daun cemara ke teman – teman wanitanya di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.


Nih gue titip ya, ambil dan bawa pulang batu Semeru , batu dari tanah tertinggi di Jawa. Simpan dan berikan ke cewek – cewek,” kata Gie waktu itu, Selasa Pon 16 Desember 1969. src


Kini, Dokter Cinta tersebut memang telah tiada. meninggalkan banyak kisah dan cerita yang banyak tertuang di pikiran para pendaki gunung dan pecintanya. Meskipun Gie gagal dalam hal asmara, namun ada satu kalimat dari seorang gadis pemujanya sekaligus pecintanya, entah siapa:


Sayangku, suatu hari nanti pasti aku akan berkunjung ke tempatmu, di puncak dimana kamu berhenti bernafas dimana semua mimpi mu tentang mati muda menjadi kenyataan.

Source: Belantara Indonesia


    




Gie, Dokter Cinta Yang Gagal Dalam Asmara

Kisah Cinta Gie Dan 'Janda Gunung Ciremai'

By Belantara Indonesia



Gie, panggilan akrab Soe Hok Gie dilingkungan para pecinta alam atau juga Soe bagi para sahabat dekatnya sewaktu di UI memang dikenal sebagai sosok intelektual muda yang kritis. Gie gemar berdiskusi, berorganisasi, membaca, periang, lincah dan mudah bergaul.



Tetapi tahukah Anda, bahwa hati pria kelahiran Jakarta, 17 Desember 1942 sempat terpikat pada sejumlah ‘kembang kampus‘ di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.


Salah satu yang sempat menarik perhatian Gie adalah Ker alias Nurmala Kartini Pandjaitan. Ker yang kini dikenal dengan nama Kartini Sjahrir itu mengisahkan kedekatannya dengan Gie dalam buku berjudul ‘Soe Hok Gie: Sekali Lagi‘.


Di dalam buku tersebut Ker blak – blakan menyampaikan kisahnya yang menjadi salah satu bagian penting percintaan Gie selama di Rawamangun dan Salemba. Dia sempat protes pada Gie saat namanya di dalam buku ‘Catatan Seorang Demonstran‘ disamarkan menjadi Sunarti.


Ker mengaku pertama kali bertemu Gie usai tamat dari sebuah sekolah menengah atas berasrama. Saat itu Gie berusia 26 tahun dan Ker, 18 tahun. Lepas dari sekolah berasrama dan masuk lingkungan kampus yang dinamis membuat Ker laksana burung lepas dari sangkarnya.


Mereka pun kian akrab. Gie kerap membuat Ker terpingkal – pingkal ketika bahan candaanya ‘menyenggol’ urusan bawah puser. Mereka sering duduk berduaan, ngobrol, kadang di warung senggol kampus Universitas Indonesia, kadang di ruangan Gie.



Ketika makan soto ayam di kawasan Salemba, Gie selalu bersikap romantis. Misalnya dengan diam – diam menaruh hati ayam di mangkok Ker. Lalu, Gie yang dijuluki ‘kantong nasi‘, karena tak sungkan menghabiskan makanan sisa Ker.


Boleh saya mengaku, saya senang kok Gie kamu makan sisa makanan saya, meskipun mungkin karena kamu lapar saja. Tapi saya melihatnya sebagai tanda kedekatan kamu,” kata Ker dalam surat terbuka di buku ‘Soe Hok-Gie: Sekali lagi‘.


Meski dekat, ketika itu tak ada status pacaran di antara mereka. Pasalnya Gie masih naksir perempuan lain. Selain makan, nonton film dan nonton pagelaran di Taman Ismail Marzuki di Cikini, Gie juga membawa Ker dalam petualangan.


Suatu waktu pada Mei 1969, demi merayakan kaul menjadi sarjana, Gie mengajaknya mendaki Gunung Ciremai. Ketika itu, menurut Ker, rambutnya yang panjang itu digulung sendiri oleh Gie supaya ia terlihat seperti laki – laki.


Pada masa – masa ini, Gie sedang galau karena tengah putus cinta. “Saya sedih melihat betapa patahnya hati kamu Gie, karena itu dengan senang hati saya bersedia menjadi “permen karet” kamu. Dengarin kamu curhat sepanjang jalan. Saya menyayangi kamu,” tulis Ker dalam surat keduanya.


Pulang dari mendaki gunung, secara mengejutkan Gie tiba – tiba memberi gelar ‘Janda Gunung Ceremai’ kepada Ker. Entah apa maksud gelar yang diberikan Gie. Ker juga sama sekali tak punya firasat akan datangnya maut yang menjemput Gie, tujuh bulan kemudian. Sebaliknya, ia hanya tertawa saja dengan gelar aneh itu.


Hari – hari berlanjut. Hubungan Gie dan Ker makin intens dan romantis. Juli tahun yang sama, ketika ia pulang ke Rumbai, Riau, Gie membekalinya sebuah buku harian warna biru. Buku ini kemudian menjadi sahabatnya selama mereka berjauhan. Tapi Gie juga sering menyuratinya, tentu dengan embel – embel yang kocak.


Pernah ia menempelkan kacang di dalam suratnya ketika ia bercerita tentang es kacang yang populer di rumahnya, di Kebun Jeruk. Lain waktu, aktivis yang suka mengkritik pemerintah itu juga menggambar telapak tangannya yang asli agar Ker bisa menyalaminya setiap saat. src


Source: Belantara Indonesia


    





Kisah Cinta Gie Dan 'Janda Gunung Ciremai'

Misteri Wanita Terakhir Soe Hok Gie Dari Puncak Mahameru

By Belantara Indonesia


Kawah Jonggring Saloka di puncak Mahameru Gunung Semeru meletus lagi, memuntahkan uap hitam yang menghembus membentuk tiang awan. Langkah Rudy Badil bersama Maman Abdurachman alias Maman terseok menuruni dataran lereng yang terbuka penuh pasir bebatuan.



Soe Hok Gie yang berumur 27 tahun kurang sehari sedang duduk ‘ditemukannya’ sedang termenung setelah turun lebih dulu dari Mahameru. Dia menyapa sekilas Hok-Gie yang yang sedang duduk dengan gaya khas: lutut kaki terlipat ke dada dan tangan menopang dagu.


Sore itu, Selasa Pon 16 Desember 1969, di tengah kondisi yang darurat, Soe malah menyempatkan menitipkan batu dan daun cemara untuk teman – teman perempuannya.


Nih gue titip ya, ambil dan bawa pulang batu Semeru , batu dari tanah tertinggi di Jawa. Simpan dan berikan ke cewek – cewek,” kata Rudy Badil mengutip ucapan Hok-Gie ketika itu.


Teman sependakian lainnya, Wiwiek alias Wijana juga sempat ngobrol dengan Gie. “Wiek bawa ke Jakarta daun cemara ini, itu daun cemara dari hutan tertinggi di Pulau Jawa kasih buat cewek – cewek kita di kampus Rawamangun,” kata dia sambil menitipkan sejumput daun cemara.


Ternyata itu adalah obrolan mereka yang terakhir kali sebelum akhirnya Gie ditemukan tewas. Entah wanita mana yang dia panggil dengan sebutan ‘cewek – cewek‘. Yang jelas, Soe Hok Gie aktivis angkatan 1966 ini memang dikenal punya banyak teman akrab mahasiswi di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.


Pada menjelang tahun – tahun terakhir hidupnya, ada tiga wanita yang akrab dengan Soe, yakni Kartini Pandjaitan, Luki Sutrisno Bekti, dan juga Nessy Luntungan Rambitan.


Luki Sutrisno Bekti, sudah dekat dengan Soe sejak 1967 – 1969. Dia menyebut Soe Hok Gie adalah orang yang menyenangkan dan sangat perhatian pada banyak orang, sehingga ia sering jadi tempat curhat. Bagai seorang dokter yang buka praktik, orang harus bikin janji dulu jika ingin bicara serius dengan dia.


Gie, pria kurus cungkring bermata sipit ini ternyata selain piawai di kancah politik dan sastra budaya, ia juga dikenal sangat humanis. Kepeduliannya yang tinggi membuatnya punya banyak teman.


Dia orang yang pandai mendengarkan dan menanggapi keluh kesah teman – temannya, teman curhat yang baik. Teman perempuan maupun laki – laki tak sungkan curhat pada Hok-Gie,” ujar Luki Bekti seperti dimuat di buku “Soe Hok-Gie, Sekali Lagi”.


Namun sampai kini ‘cewek – cewek‘ beruntung yang mendapat titipan batu dan daun cemara Gunung Semeru dari Soe Hok Gie itu tetap menjadi misteri. src

Source: Belantara Indonesia


    




Misteri Wanita Terakhir Soe Hok Gie Dari Puncak Mahameru

Soe Hok Gie Dan Bung Karno

By Belantara Indonesia



Pada Januari 1963, harga sejumlah kebutuhan pokok masyarakat kian melambung. Kaum kapitalis makin lahap ‘memakan’ uang rakyat, dan golongan orang kaya baru banyak yang mulai bertingkah. Fakta ini memantik reaksi dari sejumlah mahasiswa saat itu.



Salah satunya Soe Hok Gie, mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Dalam buku ‘Catatan Seorang Demonstran‘, Gie menyebut saat itulah seharusnya kaum intelegensia bertindak. Mahasiswa harus berbuat sesuatu dan mulai berkata tidak pada kebijakan Presiden Sukarno.


Soe Hok Gie yang dikenal kritis, mengkritik sejumlah kebijakan pemerintah di bawah Sukarno. Dia menilai pemerintah membiarkan kondisi ekonomi Indonesia semakin terpuruk. Gie ikut andil dalam berbagai aksi demonstrasi. Bahkan, ia merupakan sosok yang menjadi arsitek aksi yang dilakukan dengan konsep long march.


Sebagai manusia saya kira saya senang pada Bung Karno, tetapi sebagai pemimpin, tidak!,” kata Gie dalam buku tersebut.


Bahkan Gie juga mengaku tak suka dengan situasi di Istana Presiden. Dia muak melihat sikap pembantu – pembantu presiden,-seperti pengawal pribadi dan menteri – menteri, yang sering menjilat atasan. Ada juga gaya berpakaian sekretaris Presiden Sukarno yang dia anggap terlalu ketat dan seksi.


Sekretaris pribadinya yang berkebaya ketat dengan buah dada yang menggiurkan. terus terang saja aku melirik padanya, padahal dalam hal ini aku biasanya acuh tak acuh. Memang dia cantik, tetapi aku dapat membayangkan betapa kotornya hidup perkelaminan di sini ( Istana Presiden ),” kata Gie yang sudah tiga kali bertemu Presiden Sukarno di Istana Negara.




Makam Soe Hok Gie

Pernah suatu ketika Senat Fakultas Sastra UI menerima surat dari Menteri Koordinator Pendidikan dan Kebudayaan Profesor Prijono. Senat diminta mengirimkan 20 orang mahasiswi untuk nonton wayang kulit di Istana semalam penuh.


Bagi Gie, cara meminta itu sangat menyinggung perasaan mahasiswa, karena seolah – olah Fakultas sastra adalah pemasok wanita untuk konsumsi istana. Apalagi tidak seorangpun mahasiswa diundang. Herman Lantang, kawan karib seangkatan Gie sangat tersinggung dengan cara ini.


Herman dan Gie layak tersinggung, karena biasanya terkait urusan gerakan mahasiswa mereka selalu diundang Bung Karno. Salah satunya saat mereka sebagai anggota delegasi pemuda – pemuda yang setuju dengan asimilasi dan minta restu dari Sukarno.


Awalnya Gie segan untuk datang karena tak memiliki pakaian. Namun akhirnya ia datang juga dengan modal jas pinjaman. Jas kepanjangan itu pun sempat disinggung Sukarno.


Jika kebanyakan orang bangga saat diundang ke Istana Presiden, beda halnya dengan Soe Hok Gie. Dia justru sedih dan kecewa sebab menyaksikan betapa kotornya kehidupan di istana.


Setiap aku keluar dari istana, aku sedih dan kecewa. Sedangkan biasanya orang lain bangga jika bisa berjabatan tangan dengan Bung Karno,” kata Gie. src


Source: Belantara Indonesia


    





Soe Hok Gie Dan Bung Karno