Minggu, 26 Januari 2014

Menjawab Tantangan Alam Di Sagarmatha

By Belantara Indonesia



Sagarmatha. Sepuluh kawan berangkat menyandang ransel – ransel besar di punggung. Dari Jakarta, mereka menyusuri liku dan lorong kota Kalkutta di India, sebelum mendaki dataran tinggi Nepal. Mereka mendaki sampai ketinggian 5.000 meter di Himalaya.





Itu bukan cerita dalam film Sagarmatha, melainkan pengalaman nyata kru yang menggarap film itu. Mendaki Himalaya, kru ini membawa semangat untuk menjawab tantangan alam, juga semangat untuk mewujudkan karya film. Film yang menyampaikan pesan untuk tidak menyerah mengejar mimpi, dan juga tak hanyut dalam mimpi.


Kru ini bisa dikatakan berkawan karena mereka bahu – membahu menggarap proyek film perjalanan itu tanpa sponsor. Karena itu, dibutuhkan waktu lebih dari tiga tahun sejak pengambilan gambar pada Maret 2010 hingga akhirnya film ini beredar di bioskop, mulai 28 November 2013. Edward Gunawan, salah seorang produser Sagarmatha, mengatakan, film ini adalah film indie yang akhirnya bisa beredar di bioskop.


Sagarmatha–sebutan dalam bahasa Nepal untuk puncak Everest di Pegunungan Himalaya–berkisah tentang perjalanan dua perempuan bersahabat, Shila ( Nadine Chandrawinata ) dan Kirana ( Ranggani Puspandya ), ke India dan Nepal. Semula, Shila sekadar berencana merampungkan menulis buku di Kalkutta, sedangkan Kirana berburu foto dengan kameranya di penjuru kota itu.



Sebuah foto mengingatkan Kirana pada cita – cita lamanya bersama Shila untuk mendaki Himalaya. Ia pun membujuk sahabatnya mewujudkan mimpi mereka yang sempat terlupa itu. Meski sempat enggan, Shila menyambut ajakan Kirana. Berangkatlah mereka ke Nepal, mengurus izin mendaki, lalu dimulailah perjalanan bertaruh nyawa menjejaki Himalaya.


Sutradara film ini, Emil Heradi, menekankan, pendakian itu lebih dari sekadar petualangan fisik, dan juga petualangan batin menuju pendewasaan. Dua perempuan bersahabat ini berbeda karakter, juga mempunyai mimpi yang berbeda. Dalam beberapa kejadian, hubungan mereka juga diliputi ketegangan, misalnya saat Shila mengabarkan kepada Kirana bahwa kekasihnya melamar dan menunggu jawaban.


Ada pula saatnya seseorang perlu bertanya ulang, apa sebenarnya mimpi mereka, dulu dan sekarang. Itu terjadi pada dua sahabat ini.


www.belantaraindonesia.org

Sebagai suguhan visual, Sagarmatha bukan saja menyuguhkan keindahan bentang alam Himalaya. Sentuhan manusiawi yang kuat di sepanjang perjalanan direkam dengan baik. Dari pria – pria pekerja yang mandi di pinggir jalan dalam keriuhan Kalkutta hingga keceriaan Shila bermain dengan anak – anak di tepi sungai yang kotor.


Sisipan foto dan rekaman wawancara ala dokumenter menguatkan konteks latar dalam film ini. Meski banyak sudut pengambilan gambar menarik, kualitas gambar dalam film ini tak selalu dapat dijaga, misalnya saat pemandangan direkam dari kendaraan yang bergerak.


Beberapa bagian dalam cerita film ini terasa menggelitik logika. Akan tetapi, pada bagian akhir film ini mencoba menjelaskan permainan ruang dan waktu di dalamnya. Bagaimanapun, sebagai bentuk kerja kreatif mewujudkan mimpi, Sagarmatha patut dihargai. src


Source: Belantara Indonesia


    





Menjawab Tantangan Alam Di Sagarmatha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar