Rabu, 14 Mei 2014

Clara Sumarwati Belajar Manajemen Pada Alam

By Belantara Indonesia



Melangkah tertatih – tatih di atas salju, terkadang kaki terperosok sampai betis, menempuh pendakian, diterpa hawa dingin membekukan sampai 50 derajat Celsius di bawah not. Terus begitu sampai ke puncak setinggi 8000 m, menghabiskan berpuluh – puluh hari. Bisakah Anda membayangkan hal itu dilakukan oleh seorang wanita?



Tapi kenyataan ini tak mustahil. Wanita itu ada. Ia bisa mengibarkan bendera marah putih di puncak Gunung Everest, gunung paling menantang buat pendaki – pendaki dunia. Clara Sumarwati, si wanita pemberani ini pada September 1996 berhasil menapakkan kaki di puncak gunung di Tibet itu. Tak tanggung – tanggung, ia melakukan ekspedisi sendirian, hanya ditemani beberapa Sherpa ( pembantu pembawa barang sekaligus penunjuk jalan ).

Tiga Bulan Lamanya
Ini pengalaman panting dalam hidup saya,” ucapan tenang, bahkan cenderung datar, meluncur bagai kalimat bisaa dari bibir Clara. Padahal yang diceritakannya adalah pengalaman langka, yang penuh dengan tantangan dramatis.


Clara memang mengaku sangat penasaran dengan Everest. Ia pernah mendaki Gunung Aconcagua di Argentina tahun 1993, sendirian pula. Tapi, “Everest memiliki medan terberat dan perlu kejelian khusus. Saya betul – betul ingin mengalaminya.”


Tinggi Pegunungan Everest 8848 m, lebih tinggi dari Aconcagua yang kira – kira 6.000 m. Tak kurang dari tiga bulan, sejak bulan Juli 1996 Clara memulai ekspedisi ini. Satu setengah bulan dipakai untuk aklimatisasi ( menyesuaikan diri dengan suhu setempat ) dan berlatih di Pegunungan Kalapatar, Nepal.


Satu setengah bulan lagi untuk mendaki melewati jalur North Col. Dari Tibet. Ditemani sejumlah Sherpa ( tim pembantu dan penunjuk jalan ), juru masak, dan kuli pengangkut barang. Perjalanan itu melewati enam camp sebelum mencapai puncak Everest.



Pendakian dari camp I ke camp II tidaklah seberapa berat. Namun mulai pendakian dari camp III dan seleterusnya, perjuangan saya benar – benar sangat berat. Tebingnya lebih curam dan sangat licin, sehingga mudah terperosok” kisahnya bersemangat.


Kali ini wajahnya mulai tampak emosional. Tebal salju Everest tak kurang dari setinggi paha. Suhunya mencapai minus 50 derajat celcius. Angin kencang bertiup dengan sangat cepat. Selama pendakian Clara mengenakan perlengkapan khusus pendaki gunung salju yang dibelinya di Jerman.


Sehari – harinya saya makan nasi kering, glukosa, dan minuman hangat manis. Sebisa mungkin saya menyediakan makanan yang mudah dikunyah, karena sulit sekali menelan di tengah cuaca seperti itu,” ceritanya.


Walaupun ada Sherpa yang selalu mendampinginya, namun bukan berarti usaha Clara menjadi ringan. “Mereka hanya membantu, saya tetap bertanggungjawab terhadap perjalanan dan diri saya sendiri,” katanya.


Suhu dingin menggigit yang terlampau ekstrem membuat Clara harus terus menggerak – gerakkan jemarinya, agar tak terkena frostbite yakni pembekuan tangan yang kalau terjadi tangan bisa diamputasi. Clara juga tak leluasa beristirahat.




www.belantaraindonesia.org
Clara Sumarwati Dan Belantara Indonesia

Setiap kali ingin duduk, saya harus membuat lubang terlebih dulu dan meletakan carrier saya di atasnya, barulah saya duduk. Kalau tidak saya bisa tergelincir”. Cetusnya tersenyum.


Turunnya hujan salju terus menerus, kemiringan medan yang sampai 60 derajat, dan ancaman longsoran salju yang bisa terjadi sewaktu – waktu perlu menambah ngeri suasana.


Di camp III dan IV, saya harus melewatkan waktu cukup lama untuk aklimatisasi atau penyesuaian iklim dan meredakan mountain sickness seperti dehidrasi dan muntah – muntah,” ceritanya. Saking dinginnya, pernah air sisa oksigen ( Clara menggunakan tabung oksigen untuk bernafas ) beku menjadi es.


Di medan seberat itu, fisik sekuat apapun tidak menjamin keberhasilan sampai di puncak. Mental mudah sekali digerogoti ketakutan menghadapi medan seperti itu,” tandasnya dalam nada dalam.


Belum lagi kestabilan emosi yang terganggu selama pendakian. Untuk urusan kestabilan emosi wanita bertubuh subur ini sudah teruji. Tahun 1994 bersama tim Persatuan Pendaki Gunung Angkatan Darat ( PPGAD ), menggarap Pegunungan Events. Dia satu – satunya peserta wanita di antara pria anggota militer. Tapi gagal di camp IV karena cuaca buruk sekali, ” katanya sambil menggelar foto – foto dokumentasi pendakian itu.


www.belantaraindonesia.org

Kali ini usahanya tak sia – sia. Tanggal 26 September, tepat pukul 11.00 waktu setempat, Clara berhasil memijakkan kaki di puncak Everest. Bendera merah putih tidak bisa ditancapkan di sana lantaran embusan angin sedemikian kuatnya.


Saya hanya bisa mengibarkan dengan tangan saya, ucapnya sedikit menyesal. Dia wanita ASEAN pertama yang berhasil melakukannya. Di seluruh dunia ada 38 wanita, 3 di antaranya dari Asia. Keberhasilan Clara membuahkan penghargaan dari Pemerintah Tibet, Asosiasi Pendaki Gunung Nepal dan lain sebagainya. ( Dokumentasi Clara Sumarwati )


Source: Belantara Indonesia


    





Clara Sumarwati Belajar Manajemen Pada Alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar