Sering kita di beri pertanyaan oleh banyak kalangan di luar dunia pendakian gunung. Apa yang buat kamu suka mendaki gunung? Apa yang menggerakkanmu hingga jadi sangat menggilai kegiatan mendaki gunung? Itu mungkin beberapa pertanyaan yang sering Anda dengar.
Padahal mendaki gunung tidaklah seenak yang dibayangkan, pendakian yang terjal, jalanan yang licin, udara yang dingin, duri dan kerikil yang tajam, jurang yang dalam, dan banyak tantangan lain yang menghadang, tetapi sebuah pendakian tetaplah sesuatu yang menggoda bagi para pendaki.
Bagi orang – orang yang tidak menyukai berpetualang di alam terbuka, mungkin mendaki gunung bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Bahkan mungkin kita tidak habis pikir, kenapa orang – orang mau melakukannya?
Tetapi bagi para pendaki gunung, sebuah pendakian adalah sebuah proses aktualisasi diri. Para pendaki sesungguhnya tidak pernah mendaki untuk orang lain, mereka mendaki hanya semata – mata untuk memberikan kepuasan bagi diri mereka sendiri.
Bercengkerama di alam, berdekapan erat dengan kedamaian dan merasakan keberadaan mereka ditengah-tengah semesta. Ketika hal itu telah menjadi orientasi mereka, maka seluruh tantangan dalam pendakian bagaikan seorang sahabat sebagai teman perjalanan.
Hampir seluruh orang, terutama yang pernah mendaki gunung, ketika berada di bawah dan melihat ke arah puncak gunung, puncak gunung terasa melambai – lambai menawarkan keindahan.
Ini memunculkan penasaran akan misteri yang terselubung di balik awan – awan putih, melantunkan lagu indah dari alam, perpaduan gesekan dedaunan dan senandung binatang hutan dari sela – sela lembah dan perbukitan.
Tapi ketika kita telah mendaki dan mencapai puncaknya, ternyata pemandangan di bawah jauh lebih indah, apa yang kita lihat indah dari bawah, tidaklah lebih dari deretan pepohonan, lembah, batuan cadas bahkan terkadang jurang menganga.
Ketika kita berada di bawah ( kaki gunung ) puncak gununglah yang indah, sehingga kita mendaki ke atas, sementara ketika kita sudah diatas melihat ke bawah adalah keindahan sesungguhnya yang dicari.
Namun sebenarnya bukanlah puncak atau kaki gunung yang penting dalam sebuah “pendakian”, jauh lebih penting dari kedua hal itu adalah, apakah kita telah melalui sebuah proses untuk menjalaninya.
Kepuasan terbesar sesungguhnya bukanlah karena kita telah sampai dipuncak, tetapi karena kita telah melalui tantangan yang terasa berat, sementara puncak yang kita capai, hanyalah sebuah bonus dari titik akhir pendakian, tapi bukanlah titik akhir perjalanan.
Sebagaimana kehidupan, puncak – puncak capaian kehidupan yang dilalui seseorang pada hakikatnya bukanlah sumber kepuasan sesungguhnya, karena ianya hanyalah bonus kehidupan, kepuasan sebenarnya adalah ketika kita menyadari bahwa kita telah melalui berbagai ujian, halangan dan tantangan untuk mencapai semua ini.
Ketahanan dan kemampuan dalam menghadapi hal inilah yang nantinya memunculkan perasaan puas, senang dan bahagia ketika kita telah melalui itu semua.
Oleh karenanya, jika jalanmu hari ini terasa berat dan menanjak, itu tandanya benar kamu tengah menuju ke puncak, maka nikmatilah karena setelahnya biasanya ada keindahan. Jika kehidupan yang kita lalui hari ini terasa berat, penuh rintangan dan cobaan, maka itulah sunatullah perjalanan ke puncak keindahan, maka nikmati saja.
Jika engkau berhasil melaluinya maka disitulah kebahagiaan, jika engkau belum berhasil melaluinya, maka jalanlah terus dan tetaplah yakin bahwa didepan sana ada keindahan.
Bagi yang merasa lelah dan ingin berhenti, cukuplah berhenti sejenak nikmati apa yang telah engkau capai saat ini, dan seterusnya lanjutkan perjalanan. Tapi ketika engkau tak kuasa lagi mendaki, engkau boleh kembali turun, namun pastikan turunnya dirimu adalah untuk kembali belajar dan mengumpulkan perbekalan agar bisa kembali “mendaki” dikemudian hari. src
Source: Belantara Indonesia
Hebatnya Pendaki Gunung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar