Di balik pesona Gunung Lawu, ternyata ada pesona lain tersimpan. Di lereng Gunung Lawu terdapat peninggalan candi Hindu yang sangat eksotik dan terlihat memiliki nilai magis yang sangat kental karena candi tersebut seringkali diselimuti kabut tebal yang turun dengan tiba – tiba.
Candi Cetho merupakan candi Hindu yang terletak di lereng barat Gunung Lawu di Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Candi Cetho terletak di atas ketinggian 1.470 meter di atas permukaan laut. Di sekitar kompleks candi ini juga ada candi kecil yang masih satu rangkaian dengan Candi Cetho, yakni Candi Kethek, yang terletak 300 meter di samping candi utama.
Kedua candi tersebut merupakan peninggalan Raja Majapahit terakhir, yakni Prabu Brawijaya V. Keindahan Candi Cetho semakin bertambah dengan adanya Puri Taman Saraswati. Di taman itulah terdapat Patung Saraswati yang khusus didatangkan dari Gianyar, Bali.
Asal nama Cetho diambil dari nama dusun tempat situs tersebut berada, yaitu Dusun Cetho. Cetho sendiri dalam bahasa Jawa memiliki arti “jelas”.
Dari Dusun Cetho ini juga bisa terlihat sangat jelas Gunung Lawu, Gunung Merbabu, dan Gunung Merapi. Tidak itu saja, kalau cuaca bagus tidak tertutup kabut sama sekali puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing juga sangat terlihat sangat jelas.
Selain bisa melihat dengan jelas tiga gunung besar, dari Dusun Cetho ini juga terlihat jelas kota – kota di bawahnya, termasuk Kota Solo. Memasuki areal candi, terdapat dua gapura pintu masuk candi yang sangat tinggi dan kokoh, Candi Bentar, yang mirip dengan gapura di Pulau Dewata, Bali. Ada juga tangga – tangga tinggi menuju puncak candi. Dua buah patung penjaga yang berdiri menyambut pengunjung.
Candi Cetho berbentuk teras atau punden bertingkat yang saat ini tinggal sembilan teras, berdiri tinggi memanjang dan mengerucut. Berdasarkan inskripsi ( tulisan pada batu ) di dinding gapura dengan aksara Jawa Kuno, bangunan ini berdiri pada 1397 Saka atau 1475 Masehi. Dan, candi ini dibangun berfungsi untuk menyucikan diri ( ruwat ) atau membebaskan dari kutukan. Batuan candi terbuat dari batu andesit dengan relief yang sangat sederhana sekali.
Ditemukan pertama kali oleh warga negara Belanda bernama Van de Vlies pada 1842. Sementara, ekskavasi atau penggalian dilakukan pertama kali pada 1928 oleh Dinas Purbakala ( Commissie vor Oudheiddienst ) Hindia Belanda.
Di candi ini banyak tergambar simbol – simbol atau lambang dari Kerajaan Majapahit. Salah satunya adalah batu besar yang ditata di atas permukaan tanah berbentuk kura – kura raksasa, batu yang berbentuk alat kelamin laki – laki yang panjangnya hampir 2 meter. Tak heran bila akhirnya Candi Cetho inipun disebut Candi Lanang.
Selain dua gapura tinggi besar menjulang tinggi ke awan, di areal komplek candi terdapat bangunan pendapa yang ada di kanan – kiri gapura. Sampai saat ini masih digunakan sebagai tempat upacara keagamaan bagi umat Hindu.
Di bagian puncak bangunan utama berbentuk trapesium berada di teras paling atas. Sebuah bangunan utama berupa ruangan tanpa atap berdinding batu dengan tinggi kurang lebih 2 meter. Dari puncak inilah terlihat sangat jelas bangunan – bangunan lain di Candi Cetho lainnya.
Untuk mencapai lokasi Candi Cetho dari arah Solo menempuh perjalanan kurang lebih dua jam. Medan yang harus dilalui adalah aspal sempit, menanjak, dan berkelok – kelok. Beberapa tikungan tajam, tanjakan curam, dan kabut tebal juga sering muncul tiba – tiba. Namun, kepuasan yang didapat sebanding dengan perjalanan yang dilalui.
Sejuknya udara pegunungan dan indahnya pemandangan hamparan kebun teh membuat pikiran menjadi segar. Pengunjung hanya dikenai tiket masuk sebesar Rp3.000 untuk wisatawan lokal dan Rp10 ribu untuk wisatawan asing ke kawasan ini. src
Source: Belantara Indonesia
Candi Cetho, Magis Berselubung Kabut Di Lereng Gunung Lawu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar