Sabtu, 14 Desember 2013

Habema, Danau Tertinggi Di Indonesia

By Belantara Indonesia


Habema, Danau Tertinggi Di Indonesia. Danau Habema yang bernama asli Yuginopa ini terletak di kompleks pegunungan Jayawijaya. “Kalau belum ke Wamena, itu berarti belum ke Papua.” Ucapan ini biasa disampaikan oleh penduduk begitu tiba di sana. Pernyataan itu tidak mengada – ada.



Pergi ke Wamena memang bukan perkara mudah. Satu – satunya akses ke sana adalah melalui udara dan belum tentu bisa langsung mendarat. Lokasi bandara yang berada di ketinggian sekitar 1.600 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi perbukitan memerlukan keahlian khusus untuk mendaratkan pesawat di Bandara Wamena.


Wamena merupakan kota satu – satunya di Pegunungan Tengah, Papua. Secara administratif, persisnya Wamena masih masuk Kabupaten Jayawijaya, sekitar 585 km dari ibu kota provinsi Jayapura. Kota ini terletak di sebuah lembah yang indah, bernama Lembah Baliem, atau yang dalam literatur asing disebut Lembah Agung. Iklimnya sejuk, dan bahkan cenderung dingin. Lembah ini menjadi hunian bagi banyak suku pedalaman Papua.


Nama Wamena diambil dari bahasa Suku Dani—‘wam‘ yang berarti babi dan ‘ena‘ yang berarti jinak. Jika berkunjung ke kota ini kita bisa melihat para ibu rumah tangga terlihat bersama babi peliharaan mereka. Menurut adat setempat, babi adalah harta keluarga. Babi ( wam ) biasa dijadikan syarat mahar untuk mengawini perempuan.


Dengan lokasi yang terpencil itu, maka hanya wisatawan dengan minat khusus saja yang benar – benar mau berlibur ke Wamena. Selain kekayaan budaya, Wamena juga memiliki banyak objek wisata alam. Salah satunya adalah Danau Habema. Letaknya memang jauh dari Kota Wamena, sekitar 48 km, mendaki menuju arah pegunungan Jayawijaya.


Jika Anda pernah menonton film Denias, Senandung di Atas Awan, maka salah satu lanskap danau yang luas adalah Danau Habema. Danau dengan nama asli Yuginopa ini terletak di kompleks Pegunungan Jayawijaya. Dengan ketinggian 3.225 Mdpl, danau ini didaulat sebagai salah satu danau tertinggi di Indonesia.


Dari sini kita bisa melihat langsung Puncak Wilhelmina ( sekarang namanya Puncak Trikora, namun warga lokal lebih suka memanggil nama aslinya ) menjulang tinggi di depan mata. Di Puncak Trikora itulah salju khatulistiwa berada.


Di sekitar danau terhampar padang rumput yang luas. Rumah semut yang dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif tergantung di beberapa pohon. Jika beruntung kita bisa menemukan burung endemik Papua, Cenderawasih dan Astrapia. Bahkan, anggrek hitam yang sudah langka itu terkadang masih bisa dijumpai di sini.


Suhu di sekitar Danau Habema tentulah dingin. Bisa mendekati nol derajat di kala malam hari. Siang hari berkisar di angka delapan derajat. Tak heran kalau embun senantiasi menyelimuti rerumputan sepanjang hari.


Danau ini sepi. Bisa dimaklumi sebab untuk menuju ke sini butuh biaya yang banyak. Tak ada angkutan umum sehingga harus mencarter kendaraan di Wamena. Ng

Source: Belantara Indonesia


    




Habema, Danau Tertinggi Di Indonesia

Penyakit Akibat Ketinggian Kini Bisa Diprediksi

By Belantara Indonesia



Sebuah kabar yang menggembirakan bagi Anda yang menyukai kegiatan pendakian gunung. Para ahli kini tengah mengembangkan sebuah tes yang dapat memprediksi orang yang berpotensi menderita sakit akibat ketinggian.




Penyakit ketinggian yang dikenal dengan nama Acute Mountain Sickness ini kebanyakan menyerang para pendaki gunung maupun penggemar olahraga ski pada ketinggian minimal 2.500 meter.


Kondisi ini terjadi ketika orang kesulitan untuk beradaptasi dengan tipisnya level oksigen pada dataran tinggi. Pada banyak kasus gejalanya ringan seperti sakit kepala, mual dan pusing. Namun dalam kasus tertentu bisa berakibat fatal.


Tes terbaru ini ditampilkan pada konferensi EuroEcho di Istanbul, Turki. Para peneliti mempelajari fungsi kardiovaskular, menggunakan teknik non – invasif berdasarkan USG, terhadap 34 sukarelawan sehat.


Percobaan sekali dilakukan di permukaan laut, dan sekali lagi di sebuah gunung di Pegunungan Alpen, Prancis, dengan ketinggian 3.842 meter. Sekitar sepertiga dari mereka telah mengalami penyakit ketinggian parah sebelumnya.


Peserta memiliki tingkat saturasi oksigen dimonitor dan memiliki pemeriksaan USG fungsi hati mereka, dengan menggunakan perangkat portabel, setelah empat jam di gunung.


Setelah 24 jam berada pada dataran tinggi, 13 dari 34 sukarelawan mulai menunjukkan gejala sakit dengan tingkat keparahan sedang hingga berat.


Mereka memiliki tingkat saturasi oksigen lebih rendah dan USG menunjukkan fungsi yang rendah pada kemampuan memompa darah di ventrikel kanan.


Perubahan ini tidak terlihat pada orang yang tidak menampilkan gejala penyakit ketinggian.


Dr Rosa Maria Bruno, yang memimpin penelitian ini, mengatakan: “Jika hasil ini dikonfirmasi oleh penelitian yang lebih besar, maka akan mungkin mengidentifikasi individu yang rentan [ terserang penyakit ini ] dan memberikan saran dan obat – obatan untuk mereka.”


Dengan demikian kita dapat membatasi penggunaan obat – obatan ( dan efek sampingnya ) hanya untuk mereka yang benar – benar akan membutuhkan,” kata dia. NG


Source: Belantara Indonesia


    





Penyakit Akibat Ketinggian Kini Bisa Diprediksi

Berapa Besar Biaya Wisata Ke Bromo?

By Belantara Indonesia



Bromo dan semua yang ada di sekelilingnya bisa Anda jadikan pilihan untuk wisata murah di Indonesia. Tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mencapai salah satu gunung berapi yang masih aktif di Indonesia ini. Benarkah?



Gunung Bromo yang memiliki ketinggian 2.392 Mdpl tepatnya di empat kabupaten, yaitu Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang. Karena itu, Bromo dapat dicapai dari empat arah tersebut.


Kami mencoba mencapai Bromo dari Malang menuju Probolinggo kemudian ke Cemoro Lawang. Dari sinilah kami yang menggunakan mobil pribadi dan berganti jeep. Jalur tempat melihat Matahari terbit ini berbatu dan curam, tidak mungkin dilalui oleh mobil biasa.


Tarif jeep dari Cemoro Lawang menuju Pananjakan sekira Rp 600 ribu per mobil. Mungkin biayanya terlihat mahal, namun biaya ini bisa Anda bagi bila berpergian bersama teman – teman. Satu jeep mampu menampung hingga enam penumpang.


Jeep ini tidak hanya mengantarkan kami ke Pananjakan, tetapi juga ke kawah Bromo dan Bukit Teletubbies, area wisata lainnya selain Pananjakan. Melihat banyak tempat yang dikunjungi, biaya Rp 600 ribu ini tentunya tidak mahal bukan?


Dari Cemoro Lawang menuju Pananjakan dapat dicapai selama sekira 20 menit. Namun, ternyata turun dari jeep kami tidak langsung sampai ke tempat melihat Matahari terbit, tapi harus berjalan mendaki lagi sekira dua kilometer.


Jalanan ini cukup curam dan batu – batunya bertambah besar. Bila tidak kuat berjalan, banyak kuda yang disewakan untuk pengunjung dengan tarif Rp50 ribu.


Harga kuda ini tidak dapat ditawar, karena menurut pemiliknya, itu sudah harga tetap di Gunung Bromo. Lumayan, Anda tidak perlu capek saat mencapai puncak dan melihat Matahari terbit.


Di puncak, banyak sekali pedagang yang menjajakan gorengan ataupun mie instan panas, cocok sekali di udara yang dingin. Harganya memang sedikit lebih mahal, sebesar Rp 3.000 – Rp 5.000 per gorengan, namun rasanya sungguh sedap.


Usai melihat Matahari terbit, saatnya kembali ke jeep dan berangkat menuju Kawah Bromo. Dari Pananjakan ke kawah hanya perlu waktu 10 menit. Sesampainya di kawah, Anda akan disambut pemandu – pemandu yang membawa kuda untuk mengantarkan ke tangga Kawah Bromo. Seperti di Pananjakan, kuda ini juga dipatok dengan tarif Rp 50 ribu sekali jalan.


Bagaimana, cukup murah kan wisata ke Bromo? Bila Anda hanya menggunakan jeep tanpa kuda, Anda hanya perlu membayar Rp100 ribu, biaya yang murah dengan begitu banyak tempat yang bisa dikunjungi. src


Source: Belantara Indonesia


    





Berapa Besar Biaya Wisata Ke Bromo?

Rabu, 11 Desember 2013

Burung Gereja, Indikator Kebersihan Udara

By Belantara Indonesia



Burung gereja adalah genus bagi burung – burung kecil yang populer sejak ribuan tahun. Di benua Eropa, beberapa spesies burung gereja terjadi penurunan populasi karena berkurangnya lahan pertanian. Burung gereja dianggap sebagai indikator kebersihan udara.



Tahukah Anda, burung gereja—sebagian orang secara salah menyebut sebagai burung pipit—terdiri dari setidaknya 45 spesies dan sub – species? Mungkin karena saking familiarnya, kita tidak terlalu memperhatikan. Dan, burung gereja ini tersebar hampir di seluruh pelosok dunia. Bahkan ada yang bisa hidup di Himalaya.


Burung gereja adalah burung dengan genus Passeridae. Mereka juga dikenal sebagai burung Dunia Lama. Species – species ini sering bersarang di bangunan dan rumah. Di Indonesia mungkin sering dijumpai di bawah atap gereja, hingga disebut sebagai burung gereja. Dan, species Passer montanus mendiami kota dalam jumlah besar.


Jadi burung gereja bisa disebut burung liar yang paling akrab dengan manusia. Burung gereja memakan biji – bijian, meskipun juga mengonsumsi serangga kecil. Beberapa spesies mengais makanan di sekitar kota. Dan, burung sriti atau merpati, mengonsumsi makanan apa pun dalam jumlah kecil.


Di Indonesia, sub – spesies yang paling terkenal adalah Passer montanus - malaccensis. Sarangnya dibangun dalam rongga alami, sebuah lubang di sebuah bangunan. Mereka bertelur lima atau enam butir yang menetas di bawah dua minggu. Seperti burung kecil lainnya, mereka bisa terinfeksi parasit dan diburu burung pemangsa. Rata – rata masa hidup mereka sekitar dua tahun.


Passer montanus tersebar luas di kota – kota dan kota – kota di Asia Timur, tetapi di Eropa spesies ini adalah burung pedesaan. Burung gereja Eropa adalah spesies Passer domesticus yang berbiak di daerah perkotaan.


Walaupun populasi Passer montanus yang besar memastikan bahwa mereka secara global tidak terancam punah, sudah ada penurunan besar dalam populasi Eropa Barat. Penyebabnya, sebagian karena perubahan dalam praktik pertanian yang melibatkan peningkatan penggunaan herbisida dan hilangnya lahan – lahan tunggul musim dingin.


Di Asia Timur dan Australia Barat, spesies ini kadang – kadang dipandang sebagai hama, meskipun juga banyak dirayakan dalam seni oriental.


Konon—karena belum ada penelitian ilmiah yang cukup—keberadaan burung gereja bisa menjadi indikator kebersihan udara di lingkungan tersebut. Jika, ada burung gereja yang berkeliaran di sekitar kita, berarti lingkungan kita udaranya cukup bersih. Ini menjadi indikator sederhana karena burung gereja tidak alergi dengan keberadaan manusia di sekitarnya. geo


Source: Belantara Indonesia


    





Burung Gereja, Indikator Kebersihan Udara

Para Tunet Menggapai Puncak Papandayan

By Belantara Indonesia


Walaupun memiliki keterbatasan dalam hal melihat, para tunet ( tunanetra ) ini tidak luntur semangatnya untuk berpetualang. Hal ini dengan dibuktikan mereka mendaki Gunung Papandayan, dengan tidak menjadikan keterbatasan sebagai penghalang. Sebuah pencapaian luar biasa.




( Pendakian para Tunet dibantu relawan. Foto: Fitri Yulianti )

Tarini, Ketua Fellowship of Netra Community ( Fency ) mengatakan, kegiatan pendakian Gunung Papandayan dilakukan berdasarkan keinginan dari anggota komunitas yang biasa disebut Tunet ini. Pendakian dilakukan pada 1 – 3 November lalu, dengan melibatkan delapan anggota Tunet, 24 relawan, dan lainnya. Total sekira 40 orang mengikuti kegiatan pendakian dengan menggunakan dua minibus.


Tunet yang minta naik gunung, lalu kita carikan medan gunung yang mudah dan tidak terlalu terjal, mengingat keterbatasan mereka,” kata Tarini.


Tarini mengatakan bahwa dengan bantuan para relawan, para Tunet akhirnya berhasil mewujudkan keinginan untuk berpetualang di alam. “Para relawan ditugaskan untuk membantu mereka berjalan atau menarasikan apa yang tidak para Tunet lihat, misalkan ada batu besar atau jurang,” tambahnya.


Pendakian pun memakan waktu lebih lama karena relawan menyesuaikan kemampuan berjalan para Tunet. “Kalau pendakian biasanya ditempuh tiga jam, bersama mereka jadi sekitar enam jam. Di sini juga sebagai penguji kesabaran serta menahan ego dari para relawan untuk tidak berambisi sampai puncak duluan,” ujarnya.


Di antara delapan Tunet yang mendaki Gunung Papandayan, hanya Satryo yang berhasil mencapai puncak. Lainnya tidak berhasil karena kondisi fisiknya tidak memungkinkan.





Para Tunet bersemangat ingin menggapai Gunung Papandayan ( Foto: dok. Fency )

Meski tidak bisa melihat, Satryo tidak patah semangat untuk menggapai Gunung Papandayan bersama Fency. Seorang relawan Fency sempat memberitahukannya informasi tentang kegiatan pendakian Gunung Papandayan, tanpa ragu dia langsung mendaftar. Ini merupakan pendakiannya yang kedua kali.


Dia mengaku tidak menemui kesulitan selama melakukan pendakian karena para relawan selalu berada di sisinya untuk menunjukkan jalan serta menarasikan apa yang tak bisa dilihatnya.


Pertama saya mendaki Gunung Salak, cuma enggak sampai puncak karena waktu itu cuacanya buruk. Nah, pas ke Papandayan saya langsung sujud syukur begitu sampai atas,” tutur guru privat ini.


Sebelum mendaki gunung setinggi 2.665 Mdpl itu, Satryo menyiapkan fisiknya dengan jogging setiap pagi dan sering berjalan ke rumah murid les privatnya. Ini intens dia lakukan tiga pekan sebelum pendakian. Hebatnya, selama pendakian dia bahkan hanya memakai sepatu kets yang biasa dipakai untuk bekerja, bukan sepatu khusus mendaki gunung.


Saya berterima kasih kepada relawan yang menuntut. Saya dipegangi meski bergantian dan dinarasikan ketika ada batu atau harus lompat sampai akhirnya saya mencapai puncak Gunung Papandayan,” imbuhnya.


Satryo memang menyenangi kegiatan alam. Menurutnya, alam mengajarkan kemandirian. Sebenarnya, dia dan para pendaki sempat tersasar saat mencari jalan pulang. Tali putih yang mereka jadikan tanda ternyata hilang.


Mungkin karena kita keasyikan foto – foto di atas. Tapi di gunung, kita memang tidak boleh diam. Harus cari jalan sendiri dan tidak boleh bergantung pada petugas patroli,” tutupnya. Target selanjutnya, Satyro akan mendaki Gunung Semeru.


Fency merupakan suatu komunitas sosial yang menjadi partner Yayasan Mitra Netra dalam membantu penyediaan buku – buku Braille serta sebagai jembatan teman – teman tunanetra untuk melakukan perjalanan. Satryo sendiri merupakan tunanetra bimbingan Yayasan Mitra Netra yang berkantor di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. src

Source: Belantara Indonesia


    




Para Tunet Menggapai Puncak Papandayan

Selasa, 10 Desember 2013

Soe Hok Gie Berkata.......

By Belantara Indonesia


Soe Hok Gie dikenal dengan tulisannya yang sangat kritis terhadap pemerintah Orde Lama dan Orde Baru. Meskipun dia meninggal dalam usia muda, namanya dikenal dikalangan para aktivis karena tulisannya – tulisannya dan pemikirannya yang sangat fenomenal. Pemikiran dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Tentang kemanusiaan, tentang hidup, cinta dan juga kematian.



- Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak – populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.


- Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur – lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.


- Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.


- Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa – rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.


- Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip – prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.


- Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia – manusia yang biasa“. Menjadi pemuda – pemuda dan pemudi – pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.


- Saya ingin melihat mahasiswa – mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip – prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.


- Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain – lain. Setiap tahun datang adik – adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban – korban baru untuk ditipu oleh tokoh – tokoh mahasiswa semacam tadi.


- Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?


- Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala – gala yang non humanis


- Kita seolah – olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang – orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.


- Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan – kekurangan kita.


- Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.


- To be a human is to be destroyed.


- Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon Oak yang berani menentang angin.


- Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.


- I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.


- Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.


- Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.


- Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu – lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna – warna baru. Seolah – olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah – olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan – bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan – jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing – anjing di jalanan, pada semua – muanya.


- Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.

Source: Belantara Indonesia


    




Soe Hok Gie Berkata.......

Uang Anda Laku Di Atas Gunung Ini

By Belantara Indonesia


Mendaki gunung selalu identik dengan aneka perbekalan atau logistik untuk keperluan makan atau sekedar isi perut dan menyibukkan mulut. Tetapi ada satu cerita lain apabila Anda mendaki gunung ini, yakni Gunung Lawu di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menjadi salah satu gunung favorit bagi pendaki.



Walaupun tentu dengan peraturan yang ketat, tetapi tidak menghalangi niat pendaki untuk mencoba menggapai puncak Gunung Lawu. Selain aturan tersebut, masih banyak cerita yang terpendam yang mungkin saja tidak kita ketahui disana.


Terkadang ada ucapan: Jangan membawa uang banyak dalam pendakian dan di tengah gunung. Ucapan tersebut kini salah. Justru bawalah bekal uang untuk berbelanja aneka makanan dan minuman di gunung ini.


Adalah Mbok Yem yang merupakan pencari akar – akaran ramuan jamu, kini memutuskan mendirikan warung di puncak Lawu yang mempunyai ketinggian 3.256 meter dari permukaan laut. Terkait penerangan pada malam hari warung Mbok Yem mengunakan generator listrik berbahan bakar bensin.



Hingga saat ini, usaha warung Mbok Yem masih tetap berjalan. Bahkan karena lokasi yang strategis dan kebetulan berdiri berdekatan dengan Hargo Dalem yang sering digunakan oleh sebagian pendaki yang memiliki tujuan bersembahyang meminta petunjuk dari Yang Maha Kuasa.


Warung dengan ukuran 15 X 10 meter mampu menampung kurang lebih 100 pendaki yang ingin istirahat. Jadwal belanja untuk kebutuhan warung, biasanya dilakukan sebelum hari libur atau hari biasa.


Menyajikan kopi panas menjadi salah satu layanan untuk pendaki yang membutuhkan kehangatan disaat sisa logistik mereka habis maupun sekedar berbagi rasa dengan sang penjual.


www.belantaraindonesia.org

Warung Mbok Yem menu makanan yang di jual diantaranya nasi pecel, mie rebus, teh, kopi panas, serta jajanan kecil lainnya.Mbok Yem sendiri, sudah kurang lebih 5 tahun ini jarang turun, dia lebih tinggal di atas, terkadang turun hanya 2 sampai 3 bulan.


Inilah hidup yang harus ia jalani, kendati demikian ia tetap berusaha baik dan harus menjadi contoh bagi para pendaki untuk tetap menjaga kebersihan dan lingkungan alam gunung Lawu.

Source: Belantara Indonesia


    




Uang Anda Laku Di Atas Gunung Ini

Senin, 09 Desember 2013

Mendaki Semeru Dengan Berjalan Mundur!

By Belantara Indonesia



Mendaki gunung biasanya pendaki melakukan dengan melangkah ke depan seperti orang berjalan seperti biasanya. Tetapi bagaimana bila mendaki gunung dengan berjalan mundur? Hal unik inilah yang dilakukan Iswahyudi pria yang akrab dipanggil Tarpin.



Selama ini Tarpin adalah pegiat pecinta alam, pendaki dan porter. Biasanya dia membantu membawa barang tamu yang akan mendaki. Dia membawa barang dengan bantuan tali sambil berjalan mundur. Akhirnya dia terinspirasi untuk mendaki dengan cara yang unik terlebih mendapat dukungan dari para komunitas pecinta alam lainnya.


Cara mendaki dengan berjalan mundur ini adalah yang pertama kalinya di Indonesia dan dilakukan oleh Tarpin. Pria asal Tumpang, Kabupaten Malang itu mempunyai beberapa persiapan dalam melakukan aksinya. Yang pertama adalah spion. Spion ini adalah alat khusus untuk memudahkan dia berjalan, karena dia berjalan mundur maka dia butuh cermin untuk melihat jalan yang akan dilewati.


Dia memulai pendakian pada hari Sabtu 24 Agustus 2013. Aksi tersebut didukung penuh oleh komunitas Gimbal Alas, komunitas Mapala Indonesia, Komunitas Pendaki Gunung Indonesia dan kalangan pecinta alam dari Indonesia. Dipilihnya Gunung Semeru adalah, karena Semeru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa yakni 3.676 meter dari permukaan laut, rute yang cukup sulit, selain itu gunung ini diketahui masih aktif.


Dia melakukan berbagai persiapan seperti menjaga stamina dan berlatih. Enam kali dia berlatih di lokasi yang berbeda seperti Gunung Bromo yang medannya penuh pasir. Selama menjalani latihan, pria kelahiran Malang, 1 Januari 1968 ini mengaku lancar dan tidak ada hambatan.


Aksi yang penuh risiko ini bukanlah pembuktian kehebatan Tarpin dalam mendaki. Tapi ingin memberi contoh pada pendaki pemula mengenai prosedur pendakian yang baik, hidup di alam terbuka, dan aksi bersih gunung ( membersihkan sampah ). Ia bersama kalangan pecinta alam prihatin akan semakin banyaknya sampah di jalur pendakian Semeru. src




Source: Belantara Indonesia


    





Mendaki Semeru Dengan Berjalan Mundur!

Ahli Primata Diselamatkan Orangutan Di Kalimantan

By Belantara Indonesia



Sebuah kisah nyata yang tak terduga mengenai ikatan manusia dan Orangutan dari lebatnya hutan di Kalimantan. Kisah dari seorang ahli Primata, Agustin Fuentes, penerima hibah National Geographic. Kepakaran: Ahli Primatologi. Berikut kisah menurut beliau.



Saya tak lagi tersesat. Kini saya selalu membawa GPS. Tetapi dua dekade lalu di Camp Leakey, sebuah kamp penelitian Orangutan di Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, hutan hujan adalah tempat yang sukar dipahami.


Saya sedang mencari lutung merah. Suatu hari, setelah empat jam mengikuti jalur yang ditandai, saya kira saya melihatnya. Saya mengambil risiko dan keluar dari jalur. 45 menit kemudian, saya masih berkeliaran, tak melihat seekor pun lutung merah.


Saya berasumsi bahwa jalurnya pastilah ada di dekat saya. Jadi saya menggunakan kompas untuk menebak – nebak. 30 menit kemudian, saya belum panik, tapi yang pasti saya agak gugup. Saya membawa senter kepala, tetapi kegelapan datang dengan cepat dan membuat saya semakin sulit menemukan jalan pulang.


Saya mencari arah selatan yang ditunjukkan Kompas. Saya pikir, pada akhirnya saya akan mencapai sungai, jika bukan sebuah jalan setapak lebih dulu. Dan berhasil. Setelah 20 menit, akhirnya saya menemukan jalan setapak yang belum ditandai.


Beberapa detik kemudian, saya mendengar gemerisik. Saya pikir itu babi liar atau kucing hutan kecil. Saya arahkan senter ke sumber suara. Ternyata Orangutan.


Wajahnya tampak tak asing: salah satu anggota yang direhabilitasi di kamp. Kami saling berpandangan, dan ia mengulurkan satu tangan ke arah saya. Kemudian ia menuntun saya, tangan kami berpegangan, menuju kamp. Sama seperti saya, ia bermaksud kembali ke sana. Ng


Source: Belantara Indonesia


    





Ahli Primata Diselamatkan Orangutan Di Kalimantan

Prabowo Subianto Di Mata Soe Hok Gie

By Belantara Indonesia


Andaikata masih hidup, entahlah apa komentar tokoh muda Angkatan ’66 – Soe Hok Gie yang meninggal dunia dalam pendakian Gunung Semeru, Jawa Timur dalam usia 27 tahun, ketika mengetahui sahabatnya Prabowo Subianto yang dibilang kanak – kanak itu mencalonkan diri sebagai Presiden Indonesia 2014.



Dalam buku “Catatan Seorang Demonstran”, tertanggal 25 Mei 1969, Gie menuliskan, bagi saya Prabowo adalah seorang pemuda ( atau kanak – kanak ) yang kehilangan horizon romantiknya. Karena Gie menilai Bowo panggilan akrab Prabowo waktunya habis untuk urusan organisasi sehingga tidak terlalu memikirkan urusan asmara seperti kebanyakan ABG pada umumnya.


Saat itu Prabowo berusia 18 tahun, terpaut 9 tahun dengan Gie yang kelahiran 17 Desember 1942, makanya dibilang kanak – kanak. Entah waktu itu Prabowo tidak kepergok pacaran atau waktunya sibuk oleh aktivitas organisasi, Gie pun menggoreskan catatannya, “Ia cepat menangkap persoalan – persoalan dengan cerdas tapi naïf. Kalau ia berdiam 2 – 3 tahun dalam dunia nyata, ia akan berubah.”


Dalam catatan harian tanggal 29 Mei 1969, adik dari tokoh demonstran Arief Budiman ini menuliskan, dari pagi keluyuran dengan Prabowo ke rumah Atika, ngobrol dengan Rachma, dan membuat persiapan – persiapan untuk pendakian Gunung Ciremai.


Meski usianya terpaut 9 tahun menunjukkan bahwa keduanya berteman akrab. Kini, bahwa sahabatnya yang dipanggil Bowo itu mencalonkan diri sebagai Presiden 2014.


Gie telah tiada. Semasa hidupnya, Gie yang kuliah Jurusan Sastra – Universitas Indonesia, selain punya hobi mendaki gunung, penulis yang sangat kritis, juga dikenal sebagai intelektual, aktivis kampus dan tokoh demonstran Angkatan ’66.




Nisan Soe Hok Gie di Meseum Taman Prasasti – Jakarta Pusat

“… ditengah – tengah pertentangan politik, agama, kepentingan golongan, ia tegak berdiri di atas prinsip perikemanusiaan dan keadilan serta secara jujur dan berani menyampaikan kritik – kritiknya atas dasar prinsip – prinsip itu demi kemajuan bangsa,” tulis Harsya W. Bachtiar, Dekan Fakultas Sastra – UI, di harian Kompas, 26 Desember 1969.



Sementara Pembantu Rektor UI – Nugroho Notosusanto menuliskan bahwa Soe Hok Gie adalah seorang yang jujur dan berani. Dan mengerikan, karena ia maju lurus dengan prinsip – prinsipnya tanpa kenal ampun. Maka sringkali ia bentrol karna dianggap tidak taktis. Entah bagaimana komentar Prabowo Subianto, mengenai sosok sahabatnya ini, Soe Hok Gie.


Perjalanan hidup Gie sempat pula difilmkan oleh produser Mira Lesmana, berjudul “Gie”. Tanggal 16 Desember ini bertepatan 44 tahun meninggalnya Gie, kita diingatkan kembali pada sosok anak muda Gie dengan sebuah pertanyaan besar masih adakah spirit idealisme itu sebagaimana tulis Harsya W. Bachtiar?


Meski jasadnya sudah diperabukan dan ditebar ke laut, tapi setidaknya Gie masih meninggalkan kenangan salah satunya buku “Catatan Seorang Demonstran” dan batu nisan di pemakaman Belanda di Meseum Taman Prasasti – Jakarta Pusat, bertuliskan Nobody knows the troubles I see nobody knows my sorrowsrc

Source: Belantara Indonesia


    




Prabowo Subianto Di Mata Soe Hok Gie